Sam Altman, CEO OpenAI, perusahaan pemilik kecerdasan buatan ChatGPT, menjadi orang asing pertama yang mendapatkan golden visa RI setelah aturan itu diundangkan akhir Agustus. Siapa sebenarnya dia?
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, dalam keterangannya, menyebut Samuel Altman “menjadi orang asing pertama yang mendapatkan Golden Visa RI pasca diundangkan akhir Agustus lalu.”
Altman menerima golden visa dengan sub kategori tokoh dunia dengan masa tinggal 10 tahun yang ditandatangani oleh Dirjen Imigrasi Silmy Karim.
Golden visa merupakan jenis visa yang diberikan sebagai dasar pemberian izin tinggal dalam jangka waktu 5 (lima) s.d. 10 (sepuluh) tahun dengan tujuan mendukung perekonomian nasional.
Sebagai pemegang golden visa, Altman dapat menikmati sejumlah manfaat eksklusif, seperti jalur pemeriksaan dan layanan prioritas di bandara, jangka waktu tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, serta efisiensi karena tidak perlu lagi mengurus ITAS ke kantor imigrasi.
Rencana pemberian golden visa RI untuk Sam Altman sebelumnya sudah muncul sejak awal Agustus. Saat itu, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan membocorkan Altman adalah salah satu penerima golden visa RI.
“Seperti ChatGPT ya Sam Altman, ya Presiden tadi juga karena dia (Sam) mau dan sering ke Indonesia, ya kita kasih,” kata Luhut saat itu.
Siapa dia?
Altman bukan orang baru di dunia teknologi. Sebelum dikenal sebagai bos ChatGPT, ia merupakan salah satu pendiri Loopt, sebuah aplikasi jejaring sosial berbasis lokasi pada tahun 2005 dan kemudian diakuisisi oleh Green Dot pada 2012.
Pada 2008 Sam bergabung dengan CEO Apple Steve Jobs di atas panggung WWDC untuk mempresentasikan Loopt sebagai salah satu aplikasi pertama di iPhone App Store, menurut laporan World Economic Forum.
Dikutip dari Forbes, Sam juga merupakan lulusan Y Combinator (startup inkubator yang berbasis di Amerika Serikat). Ia telah membangun dan menjual Loopt senilai US$43,4 juta.
Pada November 2022, OpenAI merilis ChatGPT secara global. ChatGPT sendiri merupakan platform chatbot yang bisa menjawab banyak pertanyaan (prompt) dengan jawaban meyakinkan, atau setidaknya tampak logis.
Sejak itu, demam AI melanda dunia. Berbagai platform pesaing bermunculan. Meski begitu, sejauh ini studi mengungkap, GPT-4, mesin terbaru ChatGPT, masih lebih unggul.
Riwayat Kemunculan
Namanya makin mendunia saat dianggap sukses menaklukkan para anggota senat AS saat sesi testimoni berkenaan dengan maraknya penggunaan AI generarif ChatGPT, Mei. Karakter dan pembawaannya yang kalem dinilai bisa membuat kongres ‘lunak’.
Biasanya, para anggota senat menghujani bos-bos perusahaan teknologi dengan pertanyaan tajam dan beberapa tuduhan. Namun, dalam sesi bersama Altman, para senat justru sering membanggakan OpenAI dan Altman secara khusus.
CNN melaporkan perbedaan perilaku para senat itu disinyalir karena usaha OpenAI yang proaktif mendorong adanya regulasi pemerintah. OpenAI juga mengajak para senat memahami bahwa AI merupakan hal yang serius.
Altman juga dianggap berbeda dalam hal pembawaan, yakni lebih santai dan lugas sekaligus. Dua hal tersebut membantunya menghadapi para senat baik dari Partai Demokrat atau Partai Republik.
Pada Juni lalu, Sam Altman juga mengunjungi Indonesia dalam lawatan menjawab pertanyaan warga soal artificial intelligence (AI), di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Rabu (14/6).
Memenuhi undangan Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) dan GDP Venture, ia bicara banyak hal, termasuk sisi gelap AI.
Ketika itu, ia mengklaim jumlah pekerjaan yang hilang karena AI tak sebanyak yang diprediksi para ahli. Pasalnya, AI bisa juga berperan untuk membantu pekerjaan.
Tak ketinggalan, saat menjawab pertanyaan Mendikbud Nadiem Makarim, Altman mengungkap AI bakal mengubah pendidikan secara dramatis.
Bahaya AI
Eksistensi Altman juga tak hanya seputaran promosi perusahaan. Ia juga bergabung dengan para ahli dan pimpinan perusahaan yang melontarkan peringatan terkait bahaya kepunahan gara-gara AI.
Hal itu diungkap dalam pernyataan terbuka yang dirilis pada Mei lalu dengan judul ‘Statement on AI Risk’ yang digagas oleh organisasi nirlaba Center for AI Safety yang berbasis di San Francisco, AS.
Pernyataan tersebut ditandatangani lebih dari 100 tokoh yang merupakan ilmuwan, termasuk Geoffrey Hinton dan Yoshua Bengioyang memenangkan Turing Award 2018 atas karya mereka di bidang kecerdasan buatan, tak terkecuali Altman.
Pernyataan itu juga merupakan intervensi terbaru dalam perdebatan yang rumit dan kontroversial mengenai keamanan AI.