Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan para pemimpin ASEAN kompak mendesak penghentian kekerasan di Myanmar dalam pertemuan retreat KTT ke-43 di Jakarta.
“Setelah melakukan diskusi, para pemimpin memutuskan 5PC tetap menjadi rujukan utama, desak penghentian kekerasan,” kata Retno di Jakarta Convention Center, Selasa (5/9).
Retno mengatakan pemimpin negara-negara Asia Tenggara menyimpulkan bahwa konsensus lima poin tidak menunjukkan kemajuan signifikan sejak dibentuk pada 2021 silam.
Dia berujar para pemimpin paham bahwa situasi saat ini sangat pelik, rumit, dan tidak mudah diatasi. Kendati begitu, pemimpin ASEAN mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Indonesia.
“Bapak Presiden tadi menyampaikan kembali bahwa dalam 9 bulan terakhir Indonesia telah melakukan 145 engagements. Ini adalah engagements yang paling banyak dan paling intensif yang pernah dilakukan oleh ASEAN,” kata Retno.
Seiring dengan ini, Retno pun menuturkan bahwa konsensus lima poin bakal tetap menjadi rujukan utama. Mereka juga menegaskan kembali agar Myanmar segera menyudahi kekerasan di negara tersebut.
Selain itu, para pemimpin sepakat membentuk troika untuk keberlanjutan penanganan isu untuk kurun waktu yang tidak sebentar ini. Lebih jauh, mereka juga menyepakati troika karena komitmen ASEAN untuk terus membantu rakyat Myanmar.
“Maka disepakati pembentukan troika antara current Chair, previous Chair, and next chair. Keterwakilan non-politis Myanmar dipertahankan,” ujar Retno.
Dalam kesempatan itu, Retno juga menyampaikan bahwa keketuaan ASEAN 2026 selanjutnya dipegang oleh Filipina alih-alih Myanmar.
Menurut jadwal, keketuaan ASEAN 2026 mestinya dipegang oleh Myanmar karena sesuai dengan abjad Inggris. Sementara itu, Filipina mestinya memegang posisi tersebut pada 2027.
Sejak kudeta pecah, warga Myanmar ramai-ramai turun ke jalan memprotes militer. Namun, junta menanggapi protes tersebut dengan kekerasan berlebih dan menjatuhkan banyak korban.
ASEAN pun turun tangan dua bulan setelah kudeta. Melalui Indonesia, ASEAN menginisiasi menggelar pertemuan khusus untuk membahas Myanmar pada April 2021 yang juga dihadiri kepala junta Min Aung Hlaing.
Pertemuan tersebut menghasilkan konsensus lima poin. Poin itu di antaranya mendesak penghentian kekerasan di Myanmar, mendesak dilakukannya dialog konstruktif guna mencari solusi damai.
Kemudian mengajukan agar ASEAN bisa memfasilitasi mediasi, pengajuan agar ASEAN dapat memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre, dan pengajuan agar ASEAN bisa mengirim utusan khusus ke Myanmar.
Namun, sejak konsensus berlaku, junta militer Myanmar dianggap tak melaksanakan poin kesepakatan itu. Myanmar hingga kini masih melakukan kekerasan di Myanmar.