Berdasarkan hasil monitoring Stasiun Geofisika Kelas I Sleman, pada 2018 tercatat 136 kejadian gempa bumi di wilayah DIY. Angka itu meningkat menjadi 144 kejadian pada 2019; 160 kejadian pada 2020; dan 282 kejadian pada 2021; dan 902 kejadian pada 2022.
Namun demikian, kegempaan tersebut tak hanya dipicu oleh aktivitas Sesar Opak, tapi juga disebabkan sebagian dari subduksi Lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Hasil analisis BMKG, kegempaan tersebut rata-rata memiliki kekuatan di bawah Magnitudo 5,0 atau kategori kecil. Gempa ini, kata Setyoajie, tidak bisa dirasakan manusia dan hanya terbaca menggunakan alat pendeteksi getaran.
Setyoajie menerangkan pemicu peningkatan kegempaan itu antara lain sebagai efek rilis akumulasi energi Sesar Opak yang sampai sekarang masih aktif. Dia menyebut fenomena ini sebagai indikasi bahwa kawasan itu merupakan daerah gempa.