Los Angeles – Sebuah studi baru telah lama menemukan bahwa dampak infeksi Wabah bergejala jangka panjang, atau "long COVID", pada remaja usia 12 hingga 17 tahun berbeda dengan dampaknya pada anak-anak lebih besar muda yang tersebut berusia 6 hingga 11 tahun.
Remaja kemungkinan besar mengalami rasa tiada berenergi atau kelelahan, sementara anak-anak kemungkinan besar melaporkan sakit kepala, ungkap studi tersebut, yang mana didukung oleh Institut Aspek Kesehatan Nasional (National Institutes of Health/NIH) Amerika Serikat (AS) dan juga telah dilakukan diterbitkan di tempat jurnal JAMA pada Rabu (21/8).
Studi itu melibatkan 3.860 anak-anak lalu remaja dengan riwayat infeksi SARS-CoV-2 di dalam lebih banyak dari 60 lokasi di area seluruh Amerika Serikat antara Maret 2022 hingga Desember 2023.
Para peneliti mengidentifikasi 18 gejala berkepanjangan yang tambahan banyak ditemui pada anak usia sekolah, termasuk sakit kepala, disertai oleh hambatan memori atau fokus, sulit tidur, dan juga sakit perut.
Pada remaja, 17 gejala lebih lanjut kerap ditemui, termasuk kelelahan di dalam siang hari, kantuk atau energi yang tersebut rendah; nyeri tubuh, otot, atau persendian; sakit kepala; dan juga kesulitan mengingat atau memusatkan perhatian.
"Sebagian besar penelitian melakukan karakterisasi gejala long COVID dengan fokus pada orang dewasa, yang dimaksud dapat menyebabkan kesalahpahaman bahwa long COVID pada anak-anak jarang terjadi atau bahwa gejala long COVID pada anak-anak sejenis dengan gejala pada orang dewasa," kata David Goff, selaku direktur Divisi Pengetahuan Kardiovaskular di tempat Institut Jantung, Paru-paru, lalu Darah Nasional NIH.
"Karena gejalanya dapat bervariasi dari satu anak ke anak lain atau muncul di pola yang dimaksud berbeda, tanpa karakterisasi gejala yang dimaksud tepat pada seluruh kelompok usia, akan sulit untuk mengetahui cara mengoptimalkan perawatan untuk anak-anak dan juga remaja yang terdampak," kata David Goff.