Kekurangan Pemerintah Soal Kebijakan Mobil Listrik

Pemerintah terus mendorong peralihan penggunaan mobil bahan bakar konvensional atau ICE kepada mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).

Saat ini pemerintah memberikan insentif kepada mobil listrik berupa pembebasan PPnBM 0 persen, PPN 11 persen dikurangi 10 persen, bebas bea impor masuk, hingga kebijakan lain seperti pembebasan pemakaian di jalur ganjil-genap.

Namun, ada satu yang kurang dilakukan oleh pemerintah. Agus Purwadi, peneliti otomotif dan Akademisi ITB Bandung, mengatakan, pemerintah mestinya juga jadi pihak yang mengadopsi perkembangan teknologi paling awal atau early adaptor.

“Paling tidak kenyataannya agar tahu persis, pemerintah di China agar masyarakat mau beli dan sebagai bagian dari edukasi itu sendiri, (pemerintah) harus tahu persis tantangannya,” ujar Agus di Tangerang belum lama ini.

“Kendaraan operasional (pemerintah) harus segera (pakai mobil listrik) kalau menurut saya. Apalagi ada saat ini ada yang jelas sudah lebih murah dari ICE dan hybrid,” katanya.

“Kalau (pemerintah) tidak mencoba real world maka kebijakannya jadi kebijakan yang tidak berdasarkan kondisi sesungguhnya,” ujar Agus.

Agus mengatakan, saat ini harga mobil listrik sudah bersaing dengan mobil berbahan bakar minyak dan mobil hybrid. Sehingga jika pemerintah mau belanja unit mobil listrik tidak terlalu mahal.

“Makanya dulu waktu hybrid kita coba bahwa hybrid menurunkan 49 persen BBM, kalau PHEV 70 persen, kalau BBM turun otomatis emisi turun, impor juga turun harga lebih turun makanya BEV mahal, kalau sekarang BEV sudah murah makanya dicoba,” katanya.

“Masalahnya BEV kita harus buat ekosistemnya. Tidak cuma mobil. Ekosistem itu pelanggan listrik, kalau perlu gratis nambah daya. Jadi dia (pemerintah) kasih insentif, jadi insentif di infrastruktur belum,” katanya.

SUMBER:KOMPAS