Gelagat Prabowo Tunggu Arahan Jokowi soal Nama Cawapres

Prabowo Subianto kini menjadi satu-satunya bakal calon presiden yang belum mengumumkan nama bakal calon wakil pendampingnya jelang Pilpres 2024.

Dua bakal calon rivalnya yakni Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo telah memiliki pasangan cawapres masing-masing. Mereka pun telah mendaftar jadi peserta Pilpres 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Kamis (19/10) lalu.

Baru-baru ini beredar kabar cawapres Prabowo sudah menguat ke beberapa nama. Mereka yakni Menteri BUMN Erick Thohir, Wali Kota Solo sekaligus putra Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, hingga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Belakangan nama Gibran makin santer disebut-sebut jadi cawapresnya usai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan seseorang berusia di bawah 40 tahun jadi capres atau cawapres selama berpengalaman jadi kepala daerah di tingkat kota/kabupaten atau provinsi.

Isu itu turut diperkuat dengan kabar beredar Gibran akan keluar dari PDIP dan bergabung dengan Golkar untuk tujuan tersebut. Walaupun, Gibran sendiri telah mengklaim membantah hal tersebut.

Pada Rabu (18/10) lalu, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani mengatakan nama bakal cawapres Prabowo akan diumumkan setelah disepakati dalam rapat para Ketum partai Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Terkait itu, Ketum PAN Zulkifli Hasan yang juga Menteri Perdagangan disebut mempercepat kepulangannya dari China pada Jumat (20/10) ini. Sementara rombongan Jokowi baru tiba di Indonesia pada Sabtu (21/10).

Menanti restu Jokowi

Analis Politik Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mencium ada gelagat Prabowo dan pimpinan partai koalisinya sedang menanti restu dari Jokowi terkait sosok yang bakal jadi cawapresnya. Pasalnya, Jokowi kini sedang kunjungan kerja ke luar negeri–China lalu dilanjut ke Arab SAudi–sebelum dijadwalkan kembali ke Indonesia pada Sabtu esok.

“Di satu sisi PDIP percaya diri deklarasi Ganjar-Mahfud ketika Pak Jokowi tak ada di Indonesia. Di satu sisi Pak Prabowo tak akan pernah deklarasi sebelum Pak Jokowi datang,” kata Pangi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/10).

Sebagai informasi, PDIP dan koalisinya (PPP, Hanura, dan Perindo) mengumumkan nama Menko Polhukam Mahfud MD sebagai cawapres Ganjar pada Rabu (18/10) ketika Jokowi sedang kunjungan kenegaraan keluar negeri. Jokowi dan juga putranya, Gibran, serta menantunya, Bobby Nasution, adalah kader PDIP.

Pangi melihat koalisi parpol pendukung Prabowo memiliki ketergantungan dengan sosok Jokowi. Terlebih, ia menyinggung belakangan ini Prabowo tak malu-malu menyebut koalisinya sebagai bagian dari tim pemerintahan Presiden Jokowi.

Dalam deklarasi koalisi empat partai di Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Munasprok), Jakarta, 13 Agustus lalu, Prabowo sempat menegaskan posisi partai-partai koalisinya sebagai bagian dari tim pemerintahan Presiden Jokowi. Partai-partai koalisi itu adalah Gerindra, PKB, Golkar, dan PAN. Belakangan PKB mundur dan memilih berkoalisi dengan NasDem dan PKS untuk mengusung bapaslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Prabowo pun telah menamai nama kelompoknya seperti kabinet Jokowi yakni Koalisi Indonesia Maju (KIM).

“Ditambah lagi Pak Prabowo sudah sangat terang bahwa beliau itu ingin melanjutkan kinerja jokowi. Tak malu-malu bilang kita ini Jokowi,” kata dia.

Pangi menilai gelagat ketergantungan Prabowo terhadap Jokowi itu tak lepas dari rencana duet Prabowo bersama Gibran.

Baginya, jika Prabowo memilih Gibran sebagai cawapresnya bukan semata-mata karena sosok dan kinerja Wali Kota Solo itu, melainkan di belakangnya ada pengaruh Jokowi yang masih menjabat sebagai presiden hingga Pemilu 2024 digelar.

“Itu bukan karena faktor Gibran-nya, karena faktor Jokowi-nya. Kalau wali kota juga banyak wali kota lain. Bagaimana ketergantungan pak Prabowo dan Pak Jokowi kelihatan banget,” kata dia.

Peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati beranggapan tak akan ada kejutan bila nantinya Prabowo memilih Gibran sebagai cawapresnya.

Pasalnya, ia mengatakan publik akan menyadari bahwa putusan MK yang mengabulkan syarat cawapres boleh berasal dari kepala daerah sebagai pola untuk memuluskan jalan Gibran melenggang ke Pilpres 2024.

“Itu justru putusan MK ditujukan buat ini. Kalau nanti yang muncul Gibran jadi cawapresnya enggak jadi kejutan lagi. Sudah tahu polanya keliatan,” kata Wasis.

Bila Gibran yang terpilih, Wasis melihat ada potensi perpindahan pemilih Prabowo ke kandidat capres lain. Sebab, kontroversi kabulnya putusan MK tersebut makin terbukti untuk memuluskan langkah Gibran sebagai cawapres.

Oleh karena itu, Wasis menilai Prabowo dan timnya nantinya akan mencari strategi untuk melokalisasi isu tersebut tidak jadi ‘serangan balik’ jika benar-benar Gibran yang dipilihnya jadi bacawapres.

“Jadi bagaimana kemudian Pak Prabowo bisa counter persepsi publik yang sudah terbentuk sebelumnya. Karena semua orang sudah tahu lah, bagaimana dampaknya ke Prabowo ini ada potensi perpindahan pemilih,” kata dia.

Sebaliknya, Wasis beranggapan jika Prabowo memilih Erick sebagai cawapres akan menimbulkan efek kejut bagi masyarakat. Sebab, pemilihan Erick akan membalikkan asumsi banyak masyarakat yang sudah cenderung menganggap Gibran terpilih jadi cawapres Prabowo imbas putusan MK.

“Kalau nanti muncul Erick Thohir justru mengejutkan. Karena membalik asumsi publik yang sudah skeptis lah,” kata dia.

Melihat persoalan tersebut, Wasis menilai kini Prabowo sedang berhati-hati dalam memilih cawapresnya. Terlebih, pada Pilpres 2024 ini ia menganggap Prabowo lebih ambisius untuk meraih kemenangan agar tak mengalami kekalahan untuk kesekian kalinya.

“Dengan melihat capaian Prabowo yang belum berhasil, untuk yang edisi mendatang aku pikir Pak Prabowo lebih hati-hati dalam berstrategi politik. Jangan sampai ulang lagi hasil pemilu sebelumnya,” kata dia.

SUMBER:CNN