PADA debat perdana Calon Presiden dalam Pemilu 2024 semalam, Selasa (12/12/2023), sungguh membanggakan. Kita sudah dewasa. Para pemimpin kita sudah berdebat dengan sehat.
Tiga Calon Presiden Indonesia tampil dengan maksimal dan menjelaskan konsep-konsepnya dengan gamblang dan lugas.
Mereka bertiga tetap tenang karena pengalaman, persiapan, antisipasi, dan lancar dalam berbicara. Ini memberi angin segar demokrasi di Indonesia.
Dari sisi positifnya, ketiga Calon Presiden tidak ragu. Ketiganya meyakinkan para pendukungnya.
Ada sedikit menyerang kompetitornya, wajar, dan terukur. Dengan sedikit gurauan, ketiganya masih menunjukkan persahabatan lama. Mereka saling mengenal lama, bahkan sering berkolaborasi pada masa lalu.
Ini debat sehat dan mendidik warga negara. Bravo. Top.
Pertanyaan demi pertanyaan dijawab dengan jelas. Ketiga Calon presiden berdiri di tengah tanpa podium, kursi, atau meja. Di arena terbuka yang memang memberikan efek transparansi.
Mereka berdiri tanpa penghalang, sehingga semua mata yang ada di tenda halaman KPU dan duduk melingkar bisa melihat dengan jelas.
Gerak-gerik mereka tidak samar. Isyarat tubuh mereka terbaca. Tangan, kaki, badan dan wajah transparan. Itulah demokrasi, transparansi.
Debat ketiga Calon Presiden Indonesia sungguh memuaskan penonton. Tentu para pendukung akan terus melebih-lebihkan argumen yang menguntungkan pilihannya.
Begitu juga kelemahan lawan akan muncul terus di media sosial. Itu tidak bisa dihapus. Inilah demokrasi era digital. Semua terekam dan bisa direkayasa untuk dipertegas setiap saat.
Parodi-parodi dengan meme-meme tidak akan berhenti, bahkan potongan-potongan debat akan terus diulang tanpa batas.
Audiens juga terkendali. Teriakan-teriakan tetap ada, tidak menganggu sekali. Pemirsa luring mampu mengendalikan diri. Mereka tidak ada tanda-tanda anarkistis. Rapi dan taat pada peringatan moderator.
Itulah demokrasi yang sehat. Semua harus bersabar untuk mendengar lawan bicara. Semua harus memahami yang tidak disuka. Demokrasi adalah mendengar yang tidak menguntungkan. Memilih yang ada. Menerima kenyataan.
Isu-isu yang dibahas dalam debat seputar HAM, demokratisasi, pemerintahan yang bersih, penegakan hukum, kerukunan warga dan disinformasi, pemberantasan korupsi sangat vital dalam negara kita lima tahun ke depan. Semua dijawab oleh para Calon Presiden.
Sebagai salah satu dari sebelas panelis, Penulis cukup bangga dengan kontribusi sederhana ini.
Pada waktu pemaparan visi dan misi, strategi mereka berbeda-beda. Calon Presiden nomor urut pertama menegaskan komitmennya pada penegakan hukum dan memperlihatkan visi perubahan yang akan dilakukan.
Sepanjang debat itulah menjadi ciri khasnya. Sedikit menyerang Calon Presiden lain, itu masih dalam batas wajar dan normal.
Calon Presiden nomor urut dua menekankan pada bidang kesejahteraannya, sebetulnya. Kelanjutan pemerintahan yang sekarang dan akan datang selalu diulang-ulang.
Semua tema disinggung dengan suara yang tegas dan khas lantang. Serangan dari dua pasangan lain dijawab dengan santai dan tak lupa menyerang balik. Ini debat yang sehat dan mendidik.
Calon Presiden urut tiga menunjukkan pengalamannya memimpin daerah. Serangan dari calon lain dengan pertanyaan tentang kebijakan, langkah, dan program dijawab dengan meyakinkan.
Pertama agak kalem, hanya menimpali Calon Presiden nomor urut dua dengan pertanyaan. Namun pada penutupannya, Calon Presiden nomor urut tiga cukup telak memberi tembakan tentang isu HAM. Masih pada koridor kewajaran dan debat yang sehat.
Jika melihat dinamika pertanyaan dan jawaban tiga Calon Presiden, demokrasi kita aman dan meningkat.
Tentu tidak bisa diukur hanya dengan sekadar debat. Namun, bagaimana para Calon Presiden berani menjelaskan siapa dirinya dan memperlihatkan kelemahan masing-masing lawan merupakan langkah berani.
Isu penegakan hukum, HAM, pemberatasan korupsi menjadi tema idola debat perdana ini. Sempat panas, tetapi soal tema bukan pribadi. Emosi terkendali.
Interaksi antara ketiga Calon Presiden juga menarik. Ketiganya sudah saling mengenal lama, bersahabat lama.
Calon nomor urut dua yang paling senior dan mengetahui karier, catatan, dan langkah-langkah politik kedua calon.
Pengetahuan ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan visinya dan kelemahan yang lain. Cukup sehat dan terukur.
Calon nomer urut satu dan tiga juga tidak segan-segan menunjukkan pengalaman dan sejarah lama dari seniornya. Dialognya hidup. Inilah debat yang sehat.
Kualitas jawaban menunjukkan jam terbang ketiganya, yang tidak diragukan. Zaman digital ini seperti aquarium, semua bisa digali lagi dan ditunjukkan di publik berulang-ulang. Tidak ada yang bisa bersembunyi.
SUMBER:KOMPAS