Washington – Presiden Amerika Serikat Joe Biden menekankan perlunya menyelesaikan negosiasi mengenai kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata di area Jalur Gaza, Rabu (21/8), selama panggilan telepon dengan pemimpin negara Israel Benjamin Netanyahu.
Biden juga menekankan perlunya untuk membebaskan para sandera yang dimaksud ditawan di tempat sana selama panggilan telepon tersebut.
"Presiden menekankan urgensi untuk menyelesaikan kesepakatan gencatan senjata dan juga pembebasan sandera serta mengkaji pembicaraan mendatang dalam Kairo untuk menghilangkan hambatan yang dimaksud tersisa," kata Gedung Putih pada sebuah pernyataan singkat.
Pernyataan itu menambahkan bahwa Biden juga Netanyahu "membahas upaya Negeri Paman Sam yang digunakan terlibat juga berkelanjutan untuk menggalang pertahanan Israell terhadap semua ancaman dari Iran, termasuk kelompok Hamas, Hizbullah kemudian Houthi, termasuk pengerahan militer defensif Amerika Serikat yang mana sedang berlangsung."
Panggilan telepon itu dilaksanakan pada sedang kebuntuan pada negosiasi sebab para pihak akan berkumpul kembali di tempat Kairo, Mesir pada akhir pekan untuk sebuah rapat yang menurut individu pejabat Negeri Paman Sam pekan lalu akan berupaya untuk menyelesaikan pembicaraan yang dimaksud sudah ada berlangsung berbulan-bulan.
Putaran terakhir negosiasi yang tersebut dimediasi berakhir pada hari terakhir pekan di tempat Doha, Qatar, dengan Negeri Paman Sam yang tersebut mengajukan terhadap para pihak apa yang tersebut digambarkan Gedung Putih sebagai "usulan penghubung akhir" yang tersebut diajukan untuk negara Israel lalu Hamas.
Amerika Serikat juga mengeklaim bahwa usulan yang disebutkan konsisten dengan prinsip-prinsip yang didukung oleh Biden pada 31 Mei.
Rincian usulan yang disebutkan masih rahasia.
Namun, Hamas sejak itu menolak usulan tersebut, dengan mengungkapkan bahwa usulan yang disebutkan sejalan dengan persyaratan baru Netanyahu.
Dikatakan bahwa "usulan yang dimaksud memenuhi persyaratan Netanyahu serta sejalan dengannya, khususnya penolakan Netanyahu terhadap gencatan senjata permanen, (dari) pengunduran penuh dari Jalur Gaza, serta desakannya untuk melanjutkan pendudukan Persimpangan Netzarim, penyeberangan Rafah, dan juga Koridor Philadelphia."
Tim Palestina itu merujuk pada dua jalur tanah di dalam Gaza, yang dimaksud salah satunya baru-baru ini dibangun oleh negeri Israel lalu memisahkan wilayah pesisir menjadi bagian utara kemudian selatan.
Koridor Philadelphia mengikuti perbatasan Gaza-Mesir, kemudian penyeberangan perbatasan Rafah berada pada sepanjang Koridor Philadelphia.
organisasi Hamas telah terjadi lama bersikeras pada pencabutan penuh pasukan negeri Israel dari Daerah Gaza serta penghentian permanen peperangan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.
Namun, Netanyahu telah dilakukan menolak persyaratan tersebut, dengan mempertahankan pasukannya akan tetap memperlihatkan berada dalam Wilayah Gaza selama yang digunakan dianggapnya perlu.
"Dia (Netanyahu) juga menetapkan persyaratan baru pada berkas pertukaran sandera kemudian menarik kembali persyaratan lain, yang mana menghalangi penyelesaian kesepakatan," tambah Hamas.
Grup yang disebutkan menegaskan kembali komitmennya terhadap apa yang mana disepakati pada Juli berdasarkan rencana gencatan senjata yang tersebut dipaparkan Biden secara terbuka pada Mei, kemudian yang mana didukung oleh resolusi Dewan Ketenteraman PBB pada Juni.
Selama berbulan-bulan, AS, Qatar juga Mesir telah dilakukan berjuang mencapai kesepakatan antara negeri Israel dan juga organisasi Hamas untuk melakukan konfirmasi pertukaran tahanan juga gencatan senjata dan juga mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
Namun, upaya mediasi tertahan sebab penolakan Netanyahu untuk memenuhi tuntutan gerakan Hamas untuk menghentikan perang.
tanah Israel terus melancarkan serangan brutal di Jalur Kawasan Gaza menyusul serangan oleh kelompok perlawanan Palestina gerakan Hamas pada 7 Oktober 2023, walaupun ada resolusi Dewan Keselamatan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Konflik yang dimaksud sudah pernah mengakibatkan lebih banyak dari 40.170 kematian warga Palestina, sebagian besar adalah perempuan lalu anak-anak, serta lebih banyak dari 92.740 orang cedera, menurut otoritas kondisi tubuh setempat.