Arkeolog Ungkap Bukti Istana Kerajaan Daud di Israel

Kisah Nabi Daud atau David tercatat dalam agama-agama samawi, baik Islam, Kristen, dan Yahudi. Salah satu yang paling tersohor adalah pertempurannya dengan Raja Goliath atau Jalut. Arekolog pun menemukan bukti kerajaannya.

Daud yang ketika itu masih remaja berhasil memenangi pertempuran melawan Jalut hanya dengan bermodalkan ketapel. Beberapa tahun kemudian, Daud diangkat menjadi raja menggantikan Raja Thalut yang wafat.

Di luar legenda mengenai peperangan Daud versus Jalut, catatan sejarah tentang kerajaan Israel di daerah Palestina yang luas pada abad 10 SM telah menyisakan banyak ruang untuk diperdebatkan.

Sebuah studi arkeologi pada 2018 menemukan bukti yang mendukung keyakinan bahwa kerajaan Daud pernah berkuasa dan menyatukan Israel di bawah naungan satu penguasa.

Arkeolog Avraham Faust dan Yair Sapir dari Universitas Bar Ilan di Israel mempublikasikan hasil penanggalan radiokarbon mereka di sebuah situs penggalian di Tel ‘Eton yang ternyata berasal dari abad 11 Sebelum Masehi (SM) dan 10 SM.

Bukti arkeologis ini diperkirakan berasal dari bekas tempat tinggal raja Israel pada masa itu yang kemudian dihancurkan oleh serangan kerajaan Asyura pada abad 8 SM.

Para peneliti mengatakan penemuan ini membuktikan ada seorang raja Israel yang pernah menguasai kota Yudea pada masa tersebut. Dengan menyatukan berbagai kisah dan petunjuk tidak langsung, kemungkinan besar versi Daud ini memerintah sekitar abad 10 SM.

Tel ‘Eton terletak di tengah-tengah antara Gaza dan Yerusalem, dan merupakan salah satu situs arkeologi terbesar di Yehuda. Lapisan-lapisannya menunjukkan berbagai tanda pendudukan yang berasal dari Zaman Perunggu awal, sekitar 5.500 hingga 4.200 tahun yang lalu.

Pada suatu masa, di wilayah ini dibangun bangunan administratif di Tel ‘Eton hingga akhirnya dihancurkan pada akhir abad ke-8 saat invasi Asyura.

Serangan ini dipercaya telah mengubur benteng-benteng dan kediaman elite dengan empat kamar di bawah timbunan reruntuhan.

Beberapa petunjuk ditemukan di sekitar reruntuhan bangunan tersebut, seperti tulang belulang binatang dan sisa keramik, yang bisa digunakan untuk penanggalan karbon.

Tim Faust dan Sapir kemudian menggali lebih dalam, mengambil sampel dari lantai dan fondasi untuk mengekstrak bahan organik potensial yang dapat mereka uji, termasuk arang dan lubang zaitun.

Dengan menggunakan barang-barang ini, tim peneliti memperkirakan batu-batu lantai istana yang paling akhir diletakkan pada bangunan ini dipasang pada 921 SM, dan konstruksi awal diperkirakan terbentuk akhir abad 11 SM dan kuartal ketiga abad 10 SM.

“Tanggal ini sejalan dengan penemuan lain yang terkait dengan konstruksi, seperti lapisan pondasi itu sendiri,” kata Faust, mengutip Science Alert.

Secara signifikan, tata letaknya lebih mengarah pada seorang arsitek Israel daripada seorang arsitek Yudea, yang tidak menghancurkan kota sebelum membangunnya, tetapi justru mengintegrasikannya.

Seberapa jauh hal ini mendukung kisah penyatuan tanah Israel dan Yehuda oleh Daud masih diperdebatkan. Namun, para peneliti menunjukkan bahwa penemuan mereka juga harus menjadi peringatan tentang membuat asumsi berdasarkan bukti-bukti yang terbatas.

“Oleh karena itu, para arkeolog harus berhati-hati ketika mereka menyimpulkan bahwa kelangkaan penemuan dari era ini menunjukkan bahwa masyarakatnya miskin dan tidak memiliki kompleksitas sosial,” kata Faust.

SUMBER:CNNINDONESIA