Pemanasan global memberikan efek buruk untuk kehidupan manusia, salah satunya menurunkan kesuburan pada pria yang mengakibatkan berkurangnya angka kelahiran. Simak penjelasan studi berikut ini.
Hari-hari yang lebih panas telah dikaitkan dengan penurunan angka kelahiran. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2018 di jurnal Demography, para peneliti menemukan hari-hari dengan suhu rata-rata di atas 26,7 derajat Celsius dikaitkan dengan penurunan 0,4 persen dalam angka kelahiran dibandingkan dengan hari-hari dengan suhu antara 15,6 derajat Celsius dan 21,1 derajat Celsius.
Alih-alih menyebabkan penurunan gairah seks, para ilmuwan berpikir suhu tinggi dapat menurunkan kesuburan. Menurut beberapa penelitian, kondisi panas diketahui dapat mengganggu kemampuan berenang sperma.
“Sebaliknya, pola ini kemungkinan disebabkan oleh efek panas pada kesuburan pria: Studi menunjukkan bahwa produksi sperma turun dalam cuaca panas,” kata Alan Barecca, ekonom lingkungan UCLA yang memimpin penelitian ini, mengutip laman resmi UCLA, Kamis (24/8).
Penurunan kesuburan terjadi di seluruh wilayah AS, dengan negara bagian yang panas seperti Arizona melihat tren yang sama dengan negara bagian yang lebih dingin. Barreca mengatakan hal ini mungkin karena mereka yang tinggal di daerah beriklim lebih hangat beradaptasi lebih baik dengan cuaca panas atau menghindarinya dengan tetap berada di dalam gedung ber-AC.
Faktanya, efeknya sedikit lebih terasa di negara bagian utara, di mana orang-orang kurang siap menghadapi gelombang panas.
Studi berjudul Impact of Environmental Factors on Human Semen Quality and Male Fertility: a Narrative Review yang terbit tahun 2022 di Springer Nature juga mengungkap hal serupa.
Penelitian tersebut mengungkap ada sejumlah faktor yang membuat kesuburan pria menurun, salah satunya adalah paparan panas yang berlebih.
“Suhu memainkan peran penting dalam mempertahankan spermatogenesis normal pada testis. Suhu skrotum adalah 2-4 °C lebih rendah dari suhu inti tubuh dan faktor apa pun yang menyebabkan peningkatan suhu skrotum akan mempengaruhi proses spermatogenesis yang mengakibatkan infertilitas pada pria,” kata Naina Kumar, peneliti utama studi tersebut.
“Lebih lanjut, diamati bahwa peningkatan suhu skrotum 1-1,5 °C dapat menyebabkan gangguan produksi sperma (oligozoospermia, azoospermia, teratozoospermia), dan kelainan morfologi sperma,” imbuhnya.
Efek polusi udara
Penelitian itu juga menunjukkan bahwa polusi udara juga berperan dalam menurunkan kesuburan pria.
Partikel yang ada di udara dalam bentuk tetesan cairan atau padat kecil dapat terhirup dan dapat mengakibatkan efek kesehatan yang serius. Partikel yang lebih halus, seperti PM2.5, bahkan lebih berbahaya dan menimbulkan risiko yang lebih besar bagi kesehatan.
Sejumlah penelitian terbaru menunjukkan dampak buruk polusi udara terhadap hasil reproduksi pada pria dan wanita. Hal ini secara serius memengaruhi kualitas air mani pada pria.
Polusi udara menyebabkan peningkatan fragmentasi asam DNA sperma, perubahan morfologi sperma, dan berkurangnya motilitas sperma.
Sebuah studi baru-baru ini mengevaluasi hubungan antara berbagai polutan gas dan kualitas air mani dan melaporkan bahwa paparan Sulfur dioksida (SO2) memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap parameter sperma selama paparan.
Mereka juga mengamati SO2 dan nitrogen dioksida (NO2) memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap konsentrasi dan motilitas sperma yang ditemukan lebih agresif pada fase awal spermatogenesis.
“Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa polutan gas memiliki dampak buruk yang signifikan terhadap kualitas air mani terutama selama periode perkembangan sperma,” ungkap Naina.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Lingjuang Wang dan kawan-kawannya juga mengemukakan peran materi PM2.5, partikel halus yang merupakan komponen utama kabut asap dan indikator penting polusi udara dalam menyebabkan infertilitas pada pria.
Hasil penelitian itu menunjukkan paparan PM2.5 menghasilkan peningkatan jumlah sel sperma dengan penurunan sitoplasma dan kelainan morfologi pada kepala sperma. Penelitian serupa lainnya juga menemukan hubungan terbalik yang signifikan antara PM2.5 dan motilitas sperma, konsentrasi sperma, jumlah sperma total, morfologi kepala sperma, dan kualitas air mani secara keseluruhan.