Bawaslu Terima 12 Laporan Pelanggaran Pidana yang digunakan dimaksud Libatkan Kepala Desa

Bawaslu Terima 12 Laporan Pelanggaran Pidana yang dimaksud Libatkan Kepala Desa

Jakarta – Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu merilis daftar laporan dugaan pelanggaran kampanye yang dimaksud melibatkan kepala desa serta perangkat desa pada pemilihan gubernur 2024.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan terdapat 136 laporan yang dimaksud masuk ke Bawaslu hingga Senin, 28 Oktober 2024. Laporan yang dimaksud berasal dari 25 dari 38 Provinsi.

“Dari 130 laporan yang digunakan diregister, 12 laporan masuk kategori aktivitas pidana pelanggaran pemilihan,” kata Bagja pada konferensi pers di dalam kantor pusat Bawaslu, Senin, 28 Oktober 2024.

Dari 135 laporan yang digunakan masuk, 130 laporan diregistrasi oleh kelompok Bawaslu, 55 laporan bukan teregistrasi, lalu 10 lainnya belum diadakan registrasi.

Selain menemukan laporan yang tersebut berkaitan dengan perbuatan pidana pelanggaran pemilihan, Bagja mengatakam Bawaslu juga menemukan 97 dari 130 laporan masuk pada kategori pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan. “Sebanyak 42 lainnya merupakan tidak pelanggaran,” kata dia.

Bawaslu, ia melanjutkan, mengingatkan terhadap kepala desa, pasangan calon, dan juga kelompok kampanye untuk tetap saja menjaga muruah pilkada bersih. Ia meminta-minta untuk para pihak yang dimaksud untuk menjaga netralitasnya.

“Kami juga mengingatkan bahwa terdapat sanksi tindakan pidana di konteks netralitas ini,” kata dia.

Sanksi pidana yang dimaksud, ialah Pasal 70 ayat (1) serta Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum yang digunakan menyebutkan perangkat desa yang dimaksud melanggar netralitas dapat dikenakan sanksi pidana. 

Sebelumnya, Pengajar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini menyatakan kepala desa sebagai perangkat pemerintahan di dalam struktur terendah, dinilai lebih tinggi mudah untuk mempengaruhi warganya.

Karena hal tersebut, kepala desa menjadi sasaran utama kartel kebijakan pemerintah untuk membantu pemenangan salah satu pasangan calon yang berlaga.

“Dalam kultur sosial masyarakat, kepala desa merupakan figur yang dimaksud berpengaruh sebagai tokoh pemimpin desa,” kata Titi.

Peneliti Politik Populi Center, Usep Saepul Ahyar mengungkapkan kepala desa menjadi piihan utama kartel kebijakan pemerintah untuk membantu pemenangan, akibat cenderung mudah untuk dipengaruhi lalu dimobilisasi.

Usep menunjukkan pemberian janji besaran dana desa atau hal strategis yang menguntungkan kepala desa secara pribadi, acapkali menjadi senjata utama untuk merebut simpati kepala desa.

“Bahkan bukan jarang pula ancaman menjadi alat utama yang dimaksud dapat memaksa kepala desa agar mau dimobilisasi,” kata Usep.

Pihan editor: Hutama Karya Manfaatkan Artificial Intelligence untuk Perencanaan Jalan Tol Trans Sumatera